Jumat, 06 September 2013

Di hadapan cintaku kau akan kehilangan pilihan karena Ia tak bertanya.




malam sunyi dan kemilau bintang
“Sekata demi sekata, kau akan menjadi puisi. Abadi di dalam doa para pemuja cinta.”

Hari ini aku belajar satu hal. Seperti tetes hujan yang datang malam ini, setiap rasa akan selalu datang tanpa diminta.  Setiap Tetesnya mengajarkan kita untuk memberi tanpa berharap untuk menerima.

Lihatlah bagaimana takdir hujan terhadap bumi, yang membuatnya akan selalu jatuh menuju dunia adalah sebuah pelajaran tentang ketulusan bahkan tentang cinta yang selalu begitu abstrak untuk diterjemahkan. Mungkinkah hujan mencintai bumi? Ataukah memang bumi membutuhkan sang hujan? Bumi kering tanpa hujan dan hujan hanya akan jatuh kebumi.
 
Dan dari malam sunyi dan sang bintang aku belajar. Betapa segala sesuatu seimbang dan saling terhubung, saling membutuhkan dan saling memberi.  Ada kalanya dalam hidup aku merasa seperti aktor yang megah dalam tepukan tangan seribu penonton,  namun terkadang aku juga merasa begitu sunyi dengan hati yang lebih sunyi dari malam tanpa bintang. Saat itu hidup tak ubahnya seperti sebuah perayan dimana aku yang menjadi tamu dan tuan rumahnya.

Kemudian sesaat setelah semua itu, kau “Malaikat Kecilku” datang dengan kemilaumu yang memancar. Kau mungkin saja merasa tak pernah berharap menjadi yang terpenting dalam hidupku, tapi karena akupun tak pernah berharap untuk menjadi begitu membutuhkan dirimu, maka apakah kita saling berharap atau tidak, malam tetap membutuhkan bintang seperti juga bintang hanya akan terlihat saat malam. hatiku adalah malam sunyi itu dan hatimu adalah kemilau bintang itu. aku membutuhkan kemilau sinarmu untuk menghiasi malam sunyiku, dan kau membutuhkan gelap malamku untuk menjelaskan keindahan sinarmu pada dunia.

***

Tak jarang senyumku mengembang tatkala membaca setiap deretan pesan darimu, berkali-kali, berulang-ulang. Namun, dalam benteng logika menolak senyuman itu, menolak untuk tersenyum dalam hal-hal yang sebenarnya semu. Lagi-lagi saat itu aku belajar mempunyai senyum walaupun tanpa pesan darimu, dengan menikmati setiap detik bahwa sebenarnya semua itu menyenangkan.

Berlahan tapi pasti, meski belum bisa kau saksikan dengan mata batinmu, kau akan bisa melihat dusta dunia. dan ketika kau mulai merasa memahami apa yang kau butuhkan, garis tepi kehadiranku akan terasa janggal bagimu. Saat kau beranjak menjadi lebih dewasa, bukan lagi malaikat kecilku. kau akan mulai kehilangan keluguanmu dan belajar menilai orang lain dengan kebenaran yang kau yakini. lalu kau akan merasa tidak pernah berjumpa denganku.

Tapi biarlah seperti itu, karena bagaimanapun juga kehadiranku akan menjadi nyata dalam hidupmu, tidak hanya sebagai sebuah garis tepi namun sebagai catatan kenyataan dalam buku hidupmu sejak kau berjumpa denganku. Jalan ini memang panjang tapi bukan tak bertuju. di situ ada rasa yang tak pernah aku tahu akan menjadi apa kecuali cinta. ketidakperdulianmu tidak akan pernah menjadi apa-apa. ketidaktahuanmu tidak akan bisa berbuat apa-apa. ketidakhadiranmu tidak akan mengobati apa-apa.

Mungkinkah hujan dan bumi, malam sunyi dan kemilau bintang adalah serangkaian indah dari yang namanya “Takdir”?

Karna mencintai itu takdir, dicintai itu kesempatan.
Dapatkah kita hidup tanpa cinta dan dicintai?
Bumi kering tanpa hujan, dan malam sunyi tanpa bintang!