|
malam sunyi dan kemilau bintang |
“Sekata demi sekata, kau akan menjadi
puisi. Abadi di dalam doa para pemuja cinta.”
Hari ini aku belajar satu hal. Seperti tetes hujan yang datang malam ini,
setiap rasa akan selalu datang tanpa diminta.
Setiap Tetesnya mengajarkan kita untuk memberi tanpa berharap untuk
menerima.
Lihatlah bagaimana takdir hujan terhadap
bumi, yang membuatnya akan selalu jatuh menuju dunia adalah sebuah pelajaran
tentang ketulusan bahkan tentang cinta yang selalu begitu abstrak untuk
diterjemahkan. Mungkinkah hujan mencintai bumi? Ataukah memang bumi membutuhkan
sang hujan? Bumi kering tanpa hujan dan hujan hanya akan jatuh kebumi.
Dan dari malam sunyi dan sang bintang
aku belajar. Betapa segala sesuatu seimbang dan saling terhubung, saling
membutuhkan dan saling memberi. Ada
kalanya dalam hidup aku merasa seperti aktor yang megah dalam tepukan tangan
seribu penonton, namun terkadang aku
juga merasa begitu sunyi dengan hati yang lebih sunyi dari malam tanpa bintang.
Saat itu hidup tak ubahnya seperti sebuah perayan dimana aku yang menjadi tamu
dan tuan rumahnya.
Kemudian sesaat setelah semua itu, kau “Malaikat
Kecilku” datang dengan kemilaumu yang memancar. Kau mungkin saja merasa tak
pernah berharap menjadi yang terpenting dalam hidupku, tapi karena akupun tak
pernah berharap untuk menjadi begitu membutuhkan dirimu, maka apakah kita
saling berharap atau tidak, malam tetap membutuhkan bintang seperti juga
bintang hanya akan terlihat saat malam. hatiku adalah malam sunyi itu dan
hatimu adalah kemilau bintang itu. aku membutuhkan kemilau sinarmu untuk
menghiasi malam sunyiku, dan kau membutuhkan gelap malamku untuk menjelaskan
keindahan sinarmu pada dunia.
***
Tak jarang senyumku mengembang tatkala
membaca setiap deretan pesan darimu, berkali-kali, berulang-ulang. Namun, dalam
benteng logika menolak senyuman itu, menolak untuk tersenyum dalam hal-hal yang
sebenarnya semu. Lagi-lagi saat itu aku belajar mempunyai senyum walaupun tanpa
pesan darimu, dengan menikmati setiap detik bahwa sebenarnya semua itu
menyenangkan.
Berlahan tapi pasti, meski belum bisa
kau saksikan dengan mata batinmu, kau akan bisa melihat dusta dunia. dan ketika
kau mulai merasa memahami apa yang kau butuhkan, garis tepi kehadiranku akan
terasa janggal bagimu. Saat kau beranjak menjadi lebih dewasa, bukan lagi malaikat
kecilku. kau akan mulai kehilangan keluguanmu dan belajar menilai orang lain
dengan kebenaran yang kau yakini. lalu kau akan merasa tidak pernah berjumpa
denganku.
Tapi biarlah seperti itu, karena
bagaimanapun juga kehadiranku akan menjadi nyata dalam hidupmu, tidak hanya
sebagai sebuah garis tepi namun sebagai catatan kenyataan dalam buku hidupmu
sejak kau berjumpa denganku. Jalan ini memang panjang tapi bukan tak bertuju.
di situ ada rasa yang tak pernah aku tahu akan menjadi apa kecuali cinta.
ketidakperdulianmu tidak akan pernah menjadi apa-apa. ketidaktahuanmu tidak
akan bisa berbuat apa-apa. ketidakhadiranmu tidak akan mengobati apa-apa.
Mungkinkah hujan dan bumi, malam sunyi
dan kemilau bintang adalah serangkaian indah dari yang namanya “Takdir”?
Karna mencintai itu takdir, dicintai itu
kesempatan.
Dapatkah kita hidup tanpa cinta dan
dicintai?
Bumi kering tanpa hujan, dan malam sunyi
tanpa bintang!